Beranda | Artikel
Kewajiban Berhijab Syari Bagi muslimah
Senin, 9 November 2015

Buletin At-Tauhid edisi 41 Tahun XI

Diantara kewajiban yang banyak dilalaikan oleh kaum muslimah di zaman ini adalah menutup aurat dan menggunakan hijab muslimah yang syar’i. Dalam tulisan ringkas kali ini akan kita kupas seputar aurat dan hijab muslimah.

Batasan Aurat Wanita

Aurat artinya segala hal yang wajib ditutup ketika shalat dan dilarang untuk dilihat di luar shalat (Al Mubdi, 359). Dalil-dalil mengenai batasan aurat wanita diantaranya, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka” (QS. An Nur: 31). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nur: 31). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”” (QS. Al Ahzab: 59). Juga diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu‘anha, beliau berkata, Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, “wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya”. (HR. Abu Daud, hasan).

Berdasarkan dalil-dalil di atas dan dalil-dalil lainnya, ulama berbeda pendapat mengenai batasan aurat bagi wanita. Ulama Hanafi, Maliki dan salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan. Sedangkan ulama Hambali salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk wajah dan telapak tangan. Namun pendapat yang rajih, dan ini juga merupakan pendapat yang diterapkan oleh mayoritas kaum Muslimin di negeri kita, bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Dan alhamdulillah, pengetahuan tentang batasan aurat ini bukan hal yang asing di tengah masyarakat, bahkan telah diajarkan sejak di bangku sekolah dasar.

Kaki juga termasuk aurat

Kaki adalah bagian aurat yang paling sering dilalaikan oleh kaum muslimah untuk ditutupi. Padahal telah jelas diketahui bahwa kaki adalah termasuk aurat wanita. Selain dalil-dalil mengenai batasan aurat secara umum, terdapat juga beberapa dalil yang jelas menunjukkan bahwa kaki wajib ditutup. Diantaranya yaitu hadits Ummu Salamah radhiallahu’anha, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersabda mengenai masalah menjulurkan ujung pakaian, aku berkata kepada beliau, ‘wahai Rasulullah, bagaimana dengan kami (kaum wanita)?’. Nabi menjawab: ‘julurkanlah sejengkal‘. Lalu Ummu Salamah bertanya lagi: ‘kalau begitu kedua qadam (bagian kaki dari mata kaki hingga telapak kaki) akan terlihat?’. Nabi bersabda: ‘kalau begitu julurkanlah sehasta‘. (HR. Ahmad 6/295, Abu Ya’la, shahih). Syaikh Al Albani menyatakan: “hadits ini dalil bahwa kedua qadam wanita adalah aurat. Dan ini merupakan perkara yang sudah diketahui oleh para wanita di masa Nabi. Buktinya ketika Nabi mengatakan: ‘julurkanlah sejengkal‘, Ummu Salamah berkata: ‘kalau begitu kedua qadam (bagian bawah kaki) akan terlihat?‘, menunjukkan bahwa Ummu Salamah sebelumnya sudah mengetahui bahwa kedua bagian bawah kaki adalah aurat yang tidak boleh dibuka. Dan hal itu disetujui oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Oleh karena itu beliau memerintahkan untuk memanjangkan kainnya sehasta. Dan dalam Al Qur’an Al Karim juga ada isyarat terhadap makna ini, yaitu dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya) “dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan” (QS. An Nur: 31)” (Silsilah Ash Shahihah).

Siapakah yang memerintahkan wanita berhijab?

Hijab artinya setiap yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi atau menghalangi hal-hal yang terlarang untuk digapai maka itu adalah hijab (Al Kulliyat, 1/360). Maka hijab muslimah adalah segala hal yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi bagi seorang muslimah. Jadi hijab muslimah bukan sebatas yang menutupi kepala, atau menutupi rambut, atau menutupi tubuh bagian atas saja. Namun hijab muslimah mencakup semua yang menutupi aurat, lekuk tubuh dan perhiasan wanita dari ujung rambut sampai kaki.

Perintah berhijab tegas disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam Al Qur’an (yang artinya):  “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menjulurkan khimar ke dadanya…” (QS. An Nuur: 31).

Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…” (QS. Al Ahzab: 59). Juga hadits mengenai batasan aurat yang telah disebutkan di atas merupakan dalil tegas wajibnya berhijab bagi wanita muslimah. Maka perhatikanlah, yang memerintahkan para wanita muslimah untuk berhijab adalah Allah dan Rasul-Nya. Bukan orang tuanya, ustadz, kyai, atau siapapun.

Syarat-syarat hijab yang syar’i

Karena berhijab itu wajib bagi seorang muslimah, maka wajib pula baginya untuk mempelajari bagaimana kriteria hijab muslimah yang syar’i. Dan sebagaimana telah dijelaskan, hijab mencakup seluruh pakaian wanita dari ujung kepala hingga ujung kaki, ini semua hendaknya memperhatikan syarat-syarat yang ditetapkan oleh syariat. Syarat-syarat hijab muslimah yang syar’i adalah sebagai berikut: “(1) Menutupi seluruh tubuh kecuali yang tidak wajib ditutupi; (2) Tidak berfungsi sebagai perhiasan (yaitu bukan untuk memperindah diri); (3) Kainnya tebal tidak tipis; (4) Lebar, tidak ketat yang menampakkan bentuk lekukan tubuh; (5) Tidak diberi pewangi atau parfum; (6) Tidak menyerupai pakaian lelaki; (7) Tidak menyerupai pakaian wanita kafir; (8) Bukan merupakan libas syuhrah (pakaian yang menarik perhatian orang-orang)” (Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Lil Imam Al Albani).

Demikianlah kriteria hijab syar’i yang dijelaskan para ulama, bukan sekedar kain pembungkus rambut atau kain pembalut tubuh, sebagaimana yang banyak disalah-pahami oleh kebanyakan wanita muslimah. Semoga Allah memberi taufiq.

Alasan-alasan penghambat berhijab

1. “Saya belum siap berhijab”

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah” (HR. Bukhari). Dari hadits ini para ulama menjelaskan bahwa semua perintah dalam Islam itu pasti mampu dan mudah dilakukan oleh semua manusia. Demikian juga berhijab, jika kita renungkan sebenarnya mudah dan siap kapan saja untuk dilakukan. Hanya saja setan senantiasa membisikkan berbagai macam alasan kepada para muslimah sehingga mengesankan berhijab itu sulit. Selain itu, renungkanlah firman Allah (yang artinya), “Hanya ucapan orang-orang beriman, yaitu ketika mereka diajak menaati Allah dan Rasul-Nya agar Rasul-Nya tersebut memutuskan hukum diantara kalian, maka mereka berkata: Sami’na Wa Atha’na (Kami telah mendengar hukum tersebut dan kami akan taati). Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. An Nuur: 51). Ketika diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya, orang beriman mengatakan: “kami dengar, dan kami taat”, bukan “kami dengar, tapi nanti dulu saya belum siap”.

2. “Lebih penting jilbab hati terlebih dahulu”

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah, jika ia baik seluruh tubuh akan baik, dan jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak” (Muttaqun ‘alaih). Maka jika hati itu baik, pasti secara lahiriyah baik. Baik di sini artinya sudah sesuai dengan tuntunan agama. Maka muslimah yang hatinya baik, pasti ia berhijab syar’i. Dan bagaimana mungkin seorang muslimah yang membuka aurat, melanggar ajaran agama, merasa hatinya sudah baik?

3. “Banyak wanita berhijab yang akhlaknya buruk, tidak sepadan dengan hijabnya”

Seorang muslimah, selama ia masih manusia, tentu masih berpotensi untuk berbuat dosa dan lupa. Baik ia sudah berjilbab atau belum. Berhijab tidak memastikan atau menjamin seorang muslimah pasti aman dari perbuatan dosa seperti akhlak yang buruk, perkataan yang buruk, dan pelanggaran lainnya. Namun akhlak yang baik itu wajib, baik sudah berhijab atau belum. Dan berhijab pun wajib, baik akhlak sudah baik atau pun belum.

4. “Saya belum dapat hidayah”

Hidayah itu dicari, bukan ditunggu. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan Kami, sungguh akan kami tunjuki kepada jalan Kami” (QS. Al Ankabut: 69). Oleh karena itu berhentilah menunggu hidayah, mulailah mencari hidayah. Bahkan berhijab adalah salah satu bentuk bersungguh-sungguh dalam mencari keridhaan Allah, semoga dengan itu menjadi sebab untuk menapaki jalan yang benar.

Peringatan bagi suami yang membiarkan istri dan anaknya tidak berhijab

Para suami wajib memerintahkan dan membimbing keluarganya untuk menaati ajaran agama. Bukan membiarkan mereka mengikuti kemauan masing-masing. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tidak masuk surga orang yang durhaka terhadap orang tuanya, dayyuts (suami yang membiarkan keluarganya bermaksiat), dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Al Baihaqi, shahih). Ancaman yang mengerikan sekali bukan!? Oleh karena itu dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam An Nawawi membuat judul bab: “Bab wajib (bagi seorang suami) untuk memerintahkan istrinya dan anak-anaknya yang sudah mumayyiz serta semua orang yang ada dalam tanggung jawabnya untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan melarang mereka dari semua penyimpangan serta wajib mengatur mereka serta mencegah mereka terhadap hal-hal yang dilarang agama”. Maka hendaknya para suami membimbing dan memerintahkan istri dan anak-anak perempuan mereka untuk berhijab yang syar’i. Tentunya didasari dengan ilmu yang benar serta dilakukan dengan cara yang hikmah dan bertahap.

Akhir kata, demikian risalah singkat ini. Semoga bermanfaat bagi kami yang menulisnya dan yang membacanya, di hari ketika tidak ada pertolongan kecuali pertolongan-Nya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua terkhusus kaum muslimah di negeri kita, Wabillahi at taufiq was sadad.

 

Penulis : Yulian Purnama, S.Kom (Alumni Ma’had Al’Ilmi Yogyakarta)


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/kewajiban-berhijab-syari-bagi-muslimah/